Mr Mohammad Roem

Sang Diplomat Hebat

Oleh :  R.M. Ahmad Ba’its Diponegor, SH., S.HI.

Dia memang tidak dikenal selaku orator ulung. Tetapi diakui sebagai diplomat hebat. Perannya dalam kemerdekaan Indonesia sangat besar.

Dalam sejarah perjuangan Indonesia, terdapat beberapa perundingan yang mengantarkan Republik ini menuju pintu gerbang kemerdekaan. Salah satunya adalah persetujuan Roem-Royen yang difasilitasi PBB lewat The United Nations Commission for Indonesia (UNCI). Diawali pada 17 April 1949, persetujuan antara pemerintah Indonesia dengan Belanda itu tercapai tepat pukul 17.00 wib pada 7 Mei 1949.

Sosok menonjol di balik Perjanjian Roem Royen adalah Mohammad Roem. Bahkan penamaan persetujuan itu diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dari Indonesia, dan J. H. van Royen dari pihak Belanda. Roem-Royen merupakan salah satu peristiwa penting dari serangkaian perundingan pemerintah Indonesia. Sebab, perundingan ini adalah titik pijak Konferensi Meja Bundar di Den Hag, Belanda, yang berujung pada pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949. Baca lebih lanjut

Usilan Pekan-1

Anak-Anak Dibawah Umur Tuntut SBY-Boediono dalam Demo 100 Hari

Anak kecil aja tahu…kok ngotot…???

Kinerja para menteri amburadul

Udah enak dapat Toyota Crown Royal Saloon berkapasitas 3000 cc…lupa dech…!!!

Testimoni Susno Duadji Bikin Pansus Kian PD

Istana dan Kapolri Ciut Nyali….

Hukum Pers -Bagian dari Pra Cetak-

Kekerasan, Pers dan HAM (suatu kajian pengantar)

Oleh :  R.M. Ahmad Ba’its Diponegor, SH., S.HI.

Pengertian Kekerasan

Secara etimologis, kekerasan diartikan sebagai : Pertama, “sifat (hal dan sebagainya) keras; kegiatan; kekuatan dan lain-lain”, Kedua, “paksa (an); kejang; kekejangan;” sedangkan kata sifatnya “keras” diartikan sebagai : Pertama, padat kuat dan tidak mudah berubah bentuknya atau tak mudah pecah; lawan lunak, empuk, lembut; Kedua, pada umumnya menyatakan sifat atau hal yang sangat atau lebih daripada keadaan biasa, misalnya kuat; teguh, giat, dan sebagainya.Pengertian “kekerasan” seperti ini yang belum menyamakan kekerasan dengan violence (sebagaimana dimaksud dalam bahasa Inggris) juga terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan Sutan Mohammad Zain.[1]

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia susunan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, kata “kekerasan” digunakan sebagai padanan “violence”, yaitu: “perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain” (arti kedua). Webster’s new World College Dictionary memberikan definisi violence sebagai “physical force used so as to injure, damage, or destroy; extreme roughness of action” (arti pertama).  Dalam kedua kamus terakhir ini, kekerasan adalah tindakan fisik yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk melukai, merusak, atau menghancurkan orang lain atau harta benda dan segala fasilitas kehidupan yang merupakan bagian dari orang lain tersebut.[2] Baca lebih lanjut

Prof Bismar Siregar SH

Sang Fajar

Pedang Keadilan

Hakim Bao Indonesia dan Penulis Hukum Produktif

Oleh :  R.M. Ahmad Ba’its Diponegor, SH., S.HI.

Dia dikenal tegas, jujur, disiplin, bijaksana, kontroversial, pemikir, dan penulis. Dalam menjalankan tugasnya, dia selalu berprinsip: keadilan nilainya jauh lebih tinggi daripada hukum. Hukum hanyalah sarana untuk menegakkan keadilan. Itulah cermin tak pernah retak seorang anak petani miskin di Sipirok, Sumatera Utara, yang pernah menjadi Hakim Agung RI selama enam belas tahun. Bismar Siregar, nama hakim itu.

Keadilan menurut Bismar, terdapat pada hati nurani hakim. Jika seorang hakim memiliki nurani keadilan, maka dia akan mampu melahirkan keputusan yang adil.

Seakan menjelajah keteladanan khalifah Umar ibn Khattab, Bismar juga menyatakan seorang pencuri tidak selamanya harus dihukum. Seperti kasus seorang ayah mencuri karena tangisan anak-anaknya yang kelaparan.

“Apakah dia bersalah? Dia memang bersalah karena telah mencuri. Tetapi kalau dilihat dari motifnya, yakni demi menghidupi anak-anaknya, maka yang haram saja susah diperoleh apalagi yang halal?,” terang Bismar suatu waktu. Baca lebih lanjut

Musisi Jalanan : Antara Dakwah & Realitas Sosial

Oleh :  R.M. Ahmad Ba’its Diponegor, SH., S.HI.

MUSISI Jalanan…kalian pasti pernah mendengarnya?! Betul, istilah musisi jalanan atau pengamen pada umumnya merupakan pekerjaan yang terkadang dipandang sebelah mata sebagian kita. Sebagian besar komunitas ini adalah mereka yang sangat membutuhkan pekerjaan di negeri ini, namun tersisih lantaran derasnya kerasnya hidup.

Entah di Ibu Kota, maupun kota-kota besar bahkan kota-kota kecil sekalipun. Mereka ada dimana-mana?! Tapi terkadang diantara kita, cukup sedikit mau menggerakkan hati mengelola saudara-saudara musisi jalanan? Kecuali bagi mereka pemilik modal yang memberikan ruang untuk menjadikan kaum musisi jalanan sebagai artis musik. Belakangan tak sedikit terjadi di negeri ini. Tak salah memang, dan usaha kalangan record seperti ini patut diancungi jempol.

Dus, ada hal menarik lain dari pemuda-pemudi musisi jalanan yang barangkali sempat terlintas dalam pikiran, benak dan membuat bibir tersenyum bangga. Apa itu? “Dakwah”. Ya, benar! Cara dakwah melalui tembang-tembang sosio agama sungguh mampu menggugah hati lebih dalam akan keberadaan mereka. Baca lebih lanjut

Sabda Rakyat Jelata

By : Rm. Ahmad Ba’its Diponegoro

Dalam gerbong kereta
Kau lupa siapa dirimu
dan asyik bercumbu mesra
Bersama emas kehidupan

Topeng-topeng kepalsuan kebijaksanaan
Kau tampilkan begitu indah berbalut jas-dasi menambah kesan kau orang wibawa

Segelas anggur kau tuangkan perlahan
Bergantian bersama kumpulan tikus-tikus berdasi, tikus-tikus berseragam coklat parlente, tikus-tikus bergaya begawan suci
Tertawa, terbahak
Nikmati kedzaliman yang kau buat

Rasa bersalah, iba
Tak terlihat nampak
Hanya ada kepongahan, kelicikan,
Rasa bangga telah memperdaya
Para penegak hukum lemah iman-moral
Para pemimpin picis, lucas, bedebah
Para rakyat yang kau anggap bodoh tak tahu apa-apa Baca lebih lanjut

PATOLOGI BORJUASI PARLEMENTER

old writings

PATOLOGI  BORJUASI PARLEMENTER

Oleh: A. Ba’its Diponegoro. CZ*)

…Kembali ke laptop!

SLOGAN mas tukul arwana yang sedang booming di masyarakat kini menjadi ungkapan humor di tengah kondisi “memburuknya” masyarakat tanpa terkecuali di parlemen Jakarta. Hanya terdapat perbedaan antara wong cilik dengan kaum elit wakil rakyat di Ibu Kota. Perbedaan itu adalah bila rakyat memandang slogan “kembali ke laptop” sebagai bagian humor atas tingkah kocak mas tukul dalam salah satu tayangan entertainmet pada salah satu televisi swasta dan “selingan obat” di sela canda tawa aktivitas masyarakat. Maka menurut pandangan wakil rakyat (benarkah itu?) pernyataan mas tukul di atas adalah bagaimana cara mereka mendapatkan fasilitas laptop secara cuma-cuma.

Sebagaimana dikorankan Jawa Pos (22/03/2007) beberapa waktu lalu, di sebutkan bahwa Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR akan menyiapkan total anggaran dana sebesar Rp. 12, 1 miliar bagi seluruh 550 wakil rakyat untuk mendapatkan fasilitas laptop seharga Rp. 21 juta per-satuannya dengan ukuran layar 10 hingga 11 inci,. Padahal saat ini, untuk laptop dengan merek terkenal sekalipun harganya tidak mencapai Rp. 21 juta atau sekitar Rp. 6-7 juta. Maka logikanya, terdapat uang sisa dari harga Rp. 21 juta. Lantas hendak dikemanakan uang rakyat tersebut?!. Perlu diingat kembali, kasus laptop ini muncul setelah keluarnya surat bernomor 532111/MUM/Laptop/03/ROUM/2007 yang ditandatangani Ketua Panitia Lelang, Bambang Satmoko. Saat ini, sudah sekitar 9 perusahaan yang siap melakukan tender pengadaan laptop bagi kaum berjas.

Polemik laptop di atas, sejatinya bukan saja pada persoalan nominal yang fantastis, tetapi tidak dapat dilepaskan juga urgensi laptop bagi anggota dewan. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa kaum berjas senayan memiliki staff dan di tiap ruang kerja DPR terdapat fasilitas perangkat komputer yang dapat mengakses layanan Internet. Sehingga permintaan pengadaan laptop bukanlah kebutuhan penting dan mendesak. Ditambah lagi, minimnya kemampuan (soft skill dan Hard Skill) anggota dewan dalam menggunakan elektronik ini. Baca lebih lanjut

Pertiwiku Bukan Kembang Perawan…!!!

Harapan Rakyat Untuk Penguasa

Oleh : Bang WaPer

JUDUL di atas bukan menyentil apa lagi menduplikat “kembang perawannya” Gita Gutawa. Tapi inilah fragmentasi atas realita negeri kita…sebuah gambaran menggenaskan akan negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi…tanah subur rakyat makmur.

“Itu dulu nakkk….?!” mungkin pernyataan semacam ini kembali terlontar kepada anak cucu kita. Bahkan kini, sudah terbukti. Tanah pertiwi telah tergadai dengan beras dari negeri sebrang, atau privatisasi BUMN zaman Mega yang sampai detik ini tiada kunjung akhir.

Alih-alih untuk membangun negeri, kok ternyata menjual harga diri bangsa sampai titik nadir. Sungguh menyedihkan, menyaksikan tanah pusaka tergadai murah di tangan anak bangsa. T’ragisnya, pasir Kepulauan Riau berpindah dengan mudah ke tanah china Singapura. Duh…gusti ada apa dengan Indonesiaku…?!!!

Barangkali visi Indonesia 2030 yang dicanangkan pemerintah hanyalah utopia saja. Artinya hanya untuk menghibur rakyat, bahwa pemerintah serius dalam menangani nusantara…seolah-olah pemerintah begitu yakin, kalau 2030 mendatang rakyat terlepas dari kemiskinan dan penindasan.

Padahal dari dulu, visi serupa sering diungkapkan. Toh kenyataannya hanyalah isapan jempol belaka. Simbol-simbol kesejahteraan rakyat menjadi barang ajaib para elite politik untuk menghipnotis kaum proletar.
Tetapi sesungguhnya mereka tidak sadar. Bahwa rakyat negeri bernama Indonesia, sudah terbangun dari ketakutan yang panjang selama 32 tahun. Rakyat sudah dewasa Pak!!!

Puhhhh…kita sementara menghela panjang dan menarik nafas perlahan…menyaksikan getir “perjuangan” ayahanda tercinta yang nan tega menjual bangsa untuk kepentingannya. Lucunya, mereka mengira rakyat “ikhlas” menerima serta merta keputusan tak berpihak ini.

Ah, mending Bang WaPer…makan aja, kan habis tuh lupa…!